MITOS SEPUTAR PESUGIHAN GUNUNG KAWI
Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat untuk mencari kekayaan (pesugihan). Konon, barang siapa melakukan ritual dengan rasa kepasrahan dan pengharapan yang tinggi maka akan terkabul permintaanya, terutama menyangkut tentang kekayaan. Mitos ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan “berkah” berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka.
Memang kekayaan merupakan
hal yang paling dicari oleh masyarakat, kekayaan dianggap masyarakat
dapat membawa manusia dalam keberkahan dan kehidupan yang kekal abadi
dalam mendapatkan kebahagiaan materiil. Hal-hal tersebutlah yang saat
ini menjadi stigma masyarakat ketika hendak berkunjung ke Gunung Kawi.
Ritual untuk mencari kekayaan (pesugihan) telah tertanam di dalam
pikiran masyarakat, bahwa Gunung Kawi sebagai sarana obyek realisasi
dari simbol kemakmuran untuk mencari kekayaan.
Hal tersebut saat ini
memang tidak dapat dipungkiri dari sejarah awal adanya Gunung Kawi
dengan tempat-tempat ziarah makamnya. Di Gunung Kawi terdapat makam
pesarean Eyang Kyai Zakaria II atau Eyang Djoego dan Raden Mas Imam
Soedjono atau Eyang Soedjo. Mereka berdua adalah pengikut Pangeran
Diponegoro dan kedua tokoh tersebut adalah orang Islam, tetapi hampir
90% pengunjung pesarean tersebut adalah etnis Tionghoa (China) yang
kebanyakan dari mereka bahkan secara keseluruhan adalah bukan beragama
islam, tetapi mereka justru rajin untuk berkunjung ke pesarean
tersebut, khususnya pada hari-hari pasaran Jawa, yaitu Jumat Legi,
Senin Pahing, Syuro dan Tahun Baru (baik kalender China maupun Jawa).
Hal-hal yang
melatarbelakangi para etnis Tionghoa rajin untuk berziarah ialah tidak
lain karena nenek moyang mereka yang bernama Ta Kie Yam (Pek Yam)
merupakan murid kesayangan Eyang Soedjo. Itu sebabnya, meski Mpek Yam
telah meninggal 44 tahun lalu, kawasan Pesarean Gunung Kawi, terutama
Kuil Kwan Im dan kediaman Mpek Yam, menjadi tempat tujuan warga
keturunan Tionghoa. Sebagai hormat mereka kepada nenek moyangnya, maka
mereka rajin berziarah kubur di kedua pesarean tersebut. Ziarah kubur
tesebut juga merupakan salah satu rasa terima kasih dan pengabdian para
etnis Tionghua kepada Eyang Soedjo yang telah menyayangi Pek Yam.
Bentuk rasa terima kasih mereka sampaikan dengan berdoa dan bersyukur
kepada kedua pesarean tersebut. Rasa syukur tersebut tidak lepas dari
keinginan yang tertanam dalam pemikiran masyarakat Tionghua itu sendiri
untuk mendapatkan berkah dari ziarah pesarean tersebut, sehingga dengan
adanya kepercayaan yang tertanam kepada mereka itu atau bisa disebut
dengan sugesti maka akan mendapatkan berkah dan kemakmuran jika semakin
sering berziarah.
Landasan dasar inilah
yang kemudian oleh masyarakat menjadi sebuah stigma yang dominan bahwa
berkunjung di Gunung Kawi ialah mencari pesugihan (kekayaan). Memang
tidak dapat dipungkiri, jika dilihat dari kacamata Sosiologi landasan
pemikiran masyarakat tersebut juga membawa keberkahan bagi masyarakat
di sekitar Gunung Kawi, karena perekonomian mereka secara berlahan
meningkat dengan adanya makam pesarean tersebut. Kedua makam pesarean
tersebut banyak dikunjungi oleh para wisatawan yang ingin berziarah
atau sekedar berkunjung melihat pluralitas agama yang terdapat di
Gunung Kawi, yang mayoritas dikunjungi oleh masyarakat etnis Tionghua.
Di sisi lain landasan dasar tersebut tidak dapat sepenuhnya bisa diterima secara harfiah ketika mereka yang bermukim di Gunung Kawi, tetapi mereka itu tidak bekerja untuk mencari nafkah penghidupan mereka, baik jasa maupun barang yang mereka tawarkan, tetap saja mereka tidak bisa mendapatkan kemakmuran, meski mereka bertahun-tahun tinggal di sekitar Gunung Kawi. Sugesti yang ada di dalam pemikiran masyarakat Tionghoa sedikit banyak pasti juga ada usaha yang dilakukan, sehingga stigma yang beredar dalam pemikiran masyarakat bahwa Gunung Kawi tempat mencari kekayaan (pesugihan) tidak sepenuhnya benar jika tanpa usaha yang secara nyata dilakukan, jadi mitos mencari kekayaan (pesugihan) tidak merupakan isapan jempol belaka. Keindahan Gunung Kawi serta pluralitas budayalah yang menjadi daya tarik Wisata Ritual Gunung Kawi selain keberadaan makam pesarean Eyang Kyai Zakaria II atau Eyang Djoego dan Raden Mas Imam Soedjono atau Eyang Soedjono.