GEBYAR RITUAL 1 SURO
Tanggal 1 Suro oleh orang Jawa diperingati sebagai hari yang sakral. Pada tanggal tersebut biasanya orang Jawa melakukan ritual-ritual sebagai peringatan Tahun Baru Jawa. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana beliau memberikan berkahnya untuk awal tahun yang baru. Pada umumnya di tahun Jawa ini beberapa daerah di Jawa melakukan tradisi 1 Suro, khususnya di Gunung Kawi, Desa Wonosari. Tradisi tersebut dinamakan Gebyar Ritual 1 Suro Gunung Kawi, acara yang dikemas untuk menarik minat wisatawan lokal dan domestik. Perayaan yang diawali pada Tahun 2000 ini, merupakan tradisi yang dikemas dengan nuansa adat Jawa dan Islam. Pada perayaan ini masyarakat Desa Wonosari mempersembahkan tumpeng-tumpeng untuk dikirab dari “Gapura Bawah (Stanplat)” menuju Pesarean Eyang Djoego dan R.M. Iman Soedjono. Acara kirab sesaji tidak terlepas dengan keberadaan dua makam tersebut. Beliau berdua dianggap pengejawantahan kemakmuran dan perlindungan dari Tuhan YME untuk kesejahteraan masyarakat.
Tumpeng tersebut diletakkan di dalam Jolen (tempat tumpeng yang dibentuk dan dihias) bentuk Jolen-Jolen tersebut berupa bentuk hewan, miniatur persarean, dan macam-macam bentuk lainya. Jolen-Jolen tersebut dikirab dari gapura bawah (Stanplat) menuju Pesarean Eyang Djoego dan R.M. Iman Soedjono. Jolen-Jolen tersebut dikirab dengan diiringi nyanyian dan atraksi musik modern dengan perpaduan Islam, Jawa tradisional, dan China, seperti drum band dan terbangan (rebana). Di dalam Perayaan Gebyar Suro ini juga terdapat acara kirab sesaji tidak terlepas dengan keberadaan dua makam tersebut. Beliau berdua dianggap pengejawantahan kemakmuran dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk kesejahteraan masyarakat Gunung Kawi. Perayaan Gebyar Ritual 1 Suro tersebut diadakan sebagai penyampaian doa atas rasa terima kasih terhadap adanya pesarean Eyang Djoego dan R.M. Iman Soedjono dalam meningkatkan perekonomian, sosial, dan budaya masyarakat sekitar Gunung Kawi. Acara gebyar ritual 1 suro tersebut diadakan sebagai penyampaian doa atas rasa terima kasih adanya pesarean Eyang Djoego dan R.M. Iman Soedjono dalam meningkatkan perekonomian, sosial dan budaya masyarakat sekitar Gunung Kawi, terutama mengenai akulturasi kebudayaan Jawa, Islam, dan China. Penyatuan budaya dalam kirab tersebut menyatu dalam bingkisan budaya yang indah, penyatuan budaya terjadi antara perpaduan musik modern, jawa tradisional, Islami dan china.
Pada
perayaan tersebut juga dilakukan pembakaran sangkala. Sangkala
merupakan ikon 1 Suro, yang nantinya menjadi puncak acara, yaitu dengan
dilaksanakan pembakaran sangkala. Pembakaran dilaksanakan untuk
menghindari malapetaka bagi masyarakat. Sekitar Gunung Kawi. Pembakaran
disertai dengan doa. Agar sifat angkara murka diharapkan akan sirna.
Pembakaran ini merupakan Titik balik dari refleksi agar dapat
mengevaluasi diri agar lebih bijak dari kehidupan sebelumnya dan
diharapkan menuju kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Gebyar
1 suro ini adalah acara yang sungguh luar biasa. Karena antusias
masyarakat Gunung Kawi sangat luar biasa. Dari 2 bulan sebelum acara
tersebut mereka sudah mempersiapkan jolen dengan berbagai macam bentuk,
selain itu masyarakat juga mempersiapkan lagu yang akan dimainkan untuk
acara tersebut. Acara
ini mengangkat tema jawa dan Islam, karena Gunung Kawi sebagai salah
satu tempat wisata yang terdapat di jawa dengan membawa Islam sebagai
pedomannya. Ciri khas yang dibentuk oleh gnung kawi adalah alkulturasi
dari jawa dan Islam. Adanya tionghoa ini adalah akulturasi yang di
berikan orang tionghoa untuk mengenang leluhurnya yang pernah hidup
berdampingan dengan almarhum Eyang Joego.